Senin, 16 Oktober 2017

PERBEDAAN DOI , ISSN DAN ISBN

PERBEDAAN DOI , ISSN DAN ISBN
OLEH :
AL MAR'ATUS SHOLIKHAH
KA 16 / 16030234039
A. DOI (Digital Objek Identifier)
DOI adalah sebuah cara untuk memberi identitas (digital) bagi sebuah obyek, yang dalam hal ini adalah tulisan ilmiah. Sebagai pengidentifikasi, sebuah DOI bersifat unik (tidak ada duanya) dan persisten (tidak berubah). Begitu dipakai untuk mengidentifikasi sebuah dokumen, maka ia akan melekat di dokumen itu, meski dokumennya diubah, berpindah lokasi, dsb.
DOI memiliki format yang sederhana, berbentuk string karakter yang terbagi menjadi dua bagian: prefix dan suffix. Keduanya dipisahkan oleh karakter “/”. Bagian prefix menunjukkan sebuah otoritas (lembaga) yang berwenang meng-assign DOI, dan bagian suffix menunjukkan identifier yang diberikan untuk suatu obyek dokumen tertentu.
Contoh sebuah DOI: 10.1109/ISPAN.1999.778960. DOI ini mengidentifikasi sebuah makalah dalam Prosiding I-SPAN 99 seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Sebuah DOI bisa dikaitkan dengan lokasi tempat dokumen yang ditunjuknya berada. Berbekal sebuah DOI, kita bisa mendapatkan dokumen tersebut tanpa harus mengetahui secara persis di URL mana dokumen tersebut disimpan.
DOI dikeluarkan oleh sebuah organisasi yang berminat mendaftarkan dokumen-dokumennya ke sistem database DOI. Organisasi, yang dalam terminologi DOI disebut Registrant, dapat mendaftarkan diri ke International DOI Foundation yang mengelola sistem DOI ini, dan begitu terdaftar, sebuah Registrant dapat mengeluarkan DOInya secara independen. Sampai April 2013, sudah lebih dari 85 juta DOI dikeluarkan oleh 9500 organisasi berupa penerbit, penyelenggara digital library, dan lain-lainnya.

B. ISSN (International Standard Serial Number )

ISSN merupakan singkatan dari International Standard Serial Number atau Standar Internasional Nomor Majalah ( mis: ISSN 2049-3630 ). ISSN (International Standard of Serial Number) merupakan nomor pengenal yang diberikan kepada terbitan berkala seperti halnya dalam terbitan berkala seperti majalah, surat kabar, newsletter (warta), buku tahunan, laporan tahunan, maupun prosiding.


ISSN terdiri dari 8 angka sebagai nomor pengenal dari majalah tersebut,. Manfaat dari nomor ISSN ini adalah untuk memudahkan pelaksanaan administrasi seperti pemesanan sebuah majalah yang dapat dilakukan dengan menyebutkan nomor ISSN-nya. Nomor ISSN ini akan menghilangkan keragu-raguan karena ternyata banyak juga majalah yang sama atau hampir sama judul / namanya.


Setiap majalah memiliki ISSN-nya sendiri dan tidak akan dipakai oleh majalah lain. Bila majalah berganti judul, maka majalah itu juga akan memperoleh nomor ISSN baru. Ini diberikan kepada semua jenis majalah, termasuk penerbitan berseri.


ISSN diberikan oleh ISDS (International Serial Data System) yang berkedudukan di Paris, Perancis. ISDS mendelegasikan pemberian ISSN baik secara regional maupun nasional. Pusat regional untuk Asia berkedudukan di Thai National Library, Bangkok-Thailand. Untuk Indonesia, yang ditugaskan memantau terbitan berkala yang dipublikasikan dan memberikan ISSN adalah PDII-LIPI Jakarta.



C. ISBN (International Standard Book Number)
International Standard Book Number, atau ISBN (arti harfiah Bahasa Indonesia: Angka Standar Buku Internasional), adalah pengindentikasi unik untuk buku-buku yang digunakan secara komersial. Sistem ISBN diciptakan di Britania Raya pada tahun 1966 oleh seorang pedagang buku dan alat-alat tulis W H Smith dan mulanya disebut Standard Book Numbering atau SBN (digunakan hingga tahun 1974). Sistem ini diadopsi sebagai standar internasional ISO 2108 tahun 1970. Pengidentikasi serupa, International Standard Serial Number (ISSN), digunakan untuk publikasi periodik seperti majalah.
ISBN diperuntukkan bagi penerbitan buku. Nomor ISBN tidak bisa dipergunakan secara sembarangan, diatur oleh sebuah lembaga internasional yang berkedudukan di Berlin, Jerman. Untuk memperolehnya bisa menghubungi perwakilan lembaga ISBN di tiap negara yang telah ditunjuk oleh lembaga internasional ISBN. Perwakilan lembaga internasional ISBN di Indonesia adalah Perpustakaan Nasional RI sejak ditunjuknya lembaga tersebut menjadi badan nasional ISBN untuk wilayah negara kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1986. Kesepakatan bersama (Memorandum of Understanding/MoU) antara Internasional ISBN Agency dengan Perpustakaan Nasional RI untuk urusan ISBN ditandatangani pada tanggal 31 Maret 2005.
 
Penerbit yang ingin mengajukan permohonan ISBN harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu:
1. Mengisi formulir surat pernyataan untuk penerbit baru yang belum pernah bergabung dalam keanggotaan ISBN;
2. Menunjukkan bukti legalitas penerbit (akta notaris, surat keputusan, akta kesepakatan, atau surat-surat resmi yang dapat dipertanggungjawabkan;
3. Membuat surat permohonan di atas kop surat resmi penerbit atau badan yang bertanggung jawab;
4. Melampirkan halaman judul, halaman balik halaman judul, daftar isi, dan kata pengantar
Permohonan dapat disampaikan melalui jasa pos, faksimili, email, online, atau datang langsung ke Perpustakaan Nasional dan tidak dikenakan biaya.
ISBN terdiri dari 10 digit nomor dengan urutan penulisan adalah kode negara-kode penerbit-kode buku-no identifikasi. Namun, mulai Januari 2007 penulisan ISBN mengalami perubahan mengikuti pola EAN, yaitu 13 digit nomor. Perbedaannya hanya terletak pada tiga digit nomor pertama ditambah 978. Jadi, penulisan ISBN 13 digit adalah 978-kode negara-kode penerbit-kode buku-no identifikasi.
Awalan ISBN untuk negara Indonesia adalah 979 dan 602. Contoh pola ISBN untuk buku-buku di Indonesia:
978-979-penerbit-kode buku-no identifikasi
978-602-penerbit-kode buku-no identifikasi
979-979-penerbit-kode buku-no identifikasi
979-602-penerbit-kode buku-no identifikasi
Catatan: 2 pola akhir belum digunakan dan akan digunakan apabila prefiks 978 sudah penuh. Hal ini berlaku untuk semua negara di mana prefiks awal 979 menggantikan penempatan prefiks 978.

PENGINDEKS-AN JURNAL

PENGINDEKS-AN JURNAL
Indeks adalah alat, terutama digunakan online atau dalam dunia Internet, yang digunakan oleh para peneliti dan pustakawan untuk menemukan konten ilmiah. Beberapa indeks menyediakan daftar judul jurnal, beserta link dan kategorisasi subjek.
Direktori Open Access Jurnal (DOAJ) adalah salah satu dari daftar jurnal yang paling terkenal. indeks umum yang berguna untuk orang-orang yang melakukan pencarian luas untuk konten penelitian yang dicari. Indeks lain melangkah lebih jauh, dan tidak hanya mencakup daftar judul, tetapi juga memungkinkan untuk mencari artikel individu. Indeks digunakan untuk pencarian yang lebih tepat, sering didasarkan pada kata kunci atau istilah subjek. Web of Science (WOS) adalah contoh yang baik dari layanan pengindeksan utama.
Hal ini penting untuk mengetahui bahwa beberapa indeks yang tersedia secara bebas di web (seperti DOAJ), dan bahwa orang lain (seperti wos) tidak, dan memerlukan biaya untuk menggunakan (atau harus diakses melalui perpustakaan setempat, yang membayar biaya untuk Anda).  Selain itu, beberapa indeks sebagai indikator keberhasilan daripada journal yang lain, dan sebagai ukuran yang mencerminkan  kualitas publikasi Anda.
Contoh pengindeks jurnal yang popular :
1.      DOAJ (The Directory of Open Access Journal) https://doaj.org/
2.      SCOPUS https://www.scopus.com/
3.      WOS (Web of Science) https://webofknowledge.com/
4.      PLOSE ONE (Ambra open platform for journal publishing)http://journals.plos.org/plosone/
5.      ScholarOne Manuscripts http://scholarone.com/
6.      IPI (Indonesian Publication Index) http://id.portalgaruda.org/
7.      ISJD (Indonesian Scientific Journal Database)http://isjd.pdii.lipi.go.id.ipaddress.com/
8.      PKP (Public Knowledg Project) https://pkp.sfu.ca/
9.      WORLD CAT https://www.worldcat.org/
10.  OPenACS http://openacs.org/
11.  DpuBS (Digital Publishing System) http://dpubs.org/
12.  ProQuest http://www.proquest.com/
13.  IJPEDS (International Journal of Power Electronics and Drive System)http://iaesjournal.com/online/index.php/IJPEDS
14.  TELKOMNIKA http://telkomnika.ee.uad.ac.id/n9/
15.  IDCI (Indonesian Citation Index) http://citation.itb.ac.id/
16.  GOOGLE Scholar
17.  EBSCO https://www.ebscohost.com/
18.  CORE (Knowledge Media KMI Institute) https://www.ebscohost.com/
19.  JournalSeek
20.  CressRef/DOL
21.  IEE Explore http://ieeexplore.ieee.org/Xplore/home.jsp
22.  Thomson Scientific
Indikator untuk mengukur reputasi jurnal :
1. Impact Faktor (IF)
2. Source Normalized Impact per Paper (SNIP)
3. CiteScore
4. Scimago Journal Rank(SJR)
5. H-index
6. i10-index



A. Impact Factor (IF)
Impact factor merupakan salah satu dari tiga ukuran standar yang diciptakan oleh The Institute of Scientific Information (ISI) yang digunakan untuk mengukur cara sebuah jurnal menerima sitasi pada artikelnya dengan berlalunya waktu. Akumulasi sitasi cenderung mengikuti kurva seperti Gambar 1. Sitasi pada artikel yang dipublikasi dalam suatu tahun meningkat secara tajam sampai sebuah puncak antara dua dan enam tahun setelah publikasi. Dari puncak ini, sitasi turun dengan waktu. Kurva sitasi suatu jurnal dapat digambarkan dengan ukuran relatif dari kurva tersebut (dalam luas dibawah garis), memanjang sampai dimana puncak kurva mendekati titik pusat, dan laju penurunan kurva. Karakteristik ini membentuk basis indikator ISI impact factor, immediacy index, dan cited-half life.
Impact factor adalah sebuah ukuran dari ukuran relatif kurva sitasi pada tahun 2 dan 3. Ini dihitung dengan membagi jumlah sitasi sekarang yang diterima sebuah jurnal pada artikel yang dipublikasi dalam dua tahun sebelumnya dengan jumlah artikel yang dipublikasi pada tahun yang sama. Jadi, sebagai contoh, impact factor 2010 adalah sitasi dalam 2010 pada artikel yang dipublikasi pada 2008 dan 2009 dibagi dengan jumlah artikel yang dipublikasi pada 2008 dan 2009. Angka yang dihasilkan tersebut dapat dipandang sebagai jumlah sitasi rata-rata yang diterima artikel per tahun dalam dua tahun setelah tahun publikasi.
Menggunakan jurnal X sebagai contoh:
Sitasi pada 2010 terhadap artikel yang dipublikasi pada:
2009        = 258
2008        = 199
Jumlah = 457
Jumlah artikel yang dipublikasi pada:
2009         = 116
2008         =    71
Jumlah = 187
Perhitungan: Impact Factor = 457/187 = 2.444

B. Source Normalized Impact per Paper (SNIP)
SNIP merupakan metode pengukuran mutu jurnal yang diterbiitkan oleh Elsevier scopus dengan membandingkan jumlah artikel yang menyitasi terhadap jumlah artikel yang dipublikasi oleh sebuah jurnal tapi dengan mempertimbangkan mutu jurnal yang menyitasi.
Dibuat oleh professor Henk moed di CTWS, Universitas Leiden , Source Normalized Impact per Paper (SNIP)  mengukur konstektual dampak dengan pembobotan kutipan berdasarkan jumlah total kutipan dalam bidang subjeknya. Dampak dari kutipan tunggal diberikan nilai lebih tinggi di bidang studi dimana kutipan berada dan sebaliknya.

C. CiteScore

CiteScore merupakan metriks standar baru dampak jurnal kutipan/sitasi terbaru yang komprehensif dari Scopus untuk judul serial dalam Scopus, baik itu jurnal, buku, atau prosiding. CiteScore metrik dihitung menggunakan data Scopus untuk lebih dari 22.000 judul seri jurnal peer-reviewed, seri buku, prosiding konferensi, dan jurnal lainnya di 330 disiplin ilmu. CiteScore Tracker menunjukkan data CiteScore tahun berjalan dan setiap bulan.

D. Scimago Journal Rank(SJR)
SCImago  Journal & Country Rank. Tentang Kami The SCImago Journal & Country Rank adalah portal yamg mencakup jurnal-jurnal dan indikator ilmiah Negara yang dikembangkan dari informasi yang terkandung dalam database Scopus (Elsevier B.V.). Indikator-indikator ini dapat digunakan untuk menilai dan menganalisis bidang ilmiah. Platform ini mengambil namanya dari SCImago Journal Rank (SJR) indicatorpdf, yang dikembangkan oleh SCImago dari alogaritma Google Page Rank™ yang dikenal luas. Indikator ini menunjukkan visibilitas dari jurnal-jurnal yang terdapat dalam database Scopus® dari tahun 1996. SCImago adalah kelompok riset dari Consejo Superior de Investigaciones Científicas (CSIC), Universitas Granada, Extremadura, Carlos III (Madrid) dan Alcalá de Henares, yang didedikasikan untuk analisis informasi, representasi dan pengambilan keterangan melalui teknik visualisasi. Selain SJR Portal, SCImago juga mengembangkan Ilmu proyek Atlas, yang bertujuan sebagai pembentukan suatu sistem informasi yang tujuan utamanya adalah untuk mencapai representasi grafis dari Penelitian Ilmu IberoAmerican. Perwakilan tersebut dipahami sebagai kumpulan peta interaktif, yang memungkinkan fungsi navigasi di seluruh ruang semantik yang dibentuk oleh peta. Kontak E-mail: scimagojr@scimago.es http://www.scimagojr.com/




E. H-index
Merupakan indeks yang mencoba untuk mengukur baik produktivitas maupun dampak dari karya yang diterbitkan seorang ilmuwan atau sarjana. Indeks ini didasarkan pada jumlah karya ilmiah yag dihasilkan oleh seorang ilmuwan dan jumlah sitasi (kutipan)p yang diterima dari publikasi lain. Indeks ini juga dapat diterapkan pada produktivitas dan dampak dari sekelompok ilmuwan, seperti departemen atau universitas atau negara. Indeks ini disarankan oleh Jorge E. Hirsch, seorang ahli fisika di Universitas California San Diego, sebagai indeks untuk mengukur kualitas fisikawan teoretis.
Indeks ini didasarkan pada distribusi jumlah sitasi (kutipan) yang diterima oleh sebuah publikasi dari seorang peneliti. Seorang ilmuwan memiliki indeks h jika sejumlah h dari Np artikel yang telah dipublikasi, setiap publikasi tersebut telah setidaknya menerima h sitasi. Dengan kata lain, seorang ilmuan dengan indeks-h telah menerbitkan h makalah yang masing masing telah dikutip oleh publikasi lain setidaknya h kali. Jadi, indeks-h mencerminkan jumlah publikasi dan jumlah kutipan per publikasi. Indeks ini dirancang untuk memperbaiki indeks sebelumnya seperti jumlah total kutipan atau publikasi. Indeks tersebut berfungsi dengan baik hanya untuk membandingkan ilmuwan yang bekerja di bidang yang sama; konvensinya sangat berbeda antara bidang yang berbeda.

F. i10-index

 I-Indeks: I-indeks adalah indeks yang menunjukkan berapa banyak jumlah publikasi akademik/ilmiah dari artikel lain yang dikutip oleh penulis dalam jurnal tersebut. Contohnya: dalam citation indices terdapat i10-indeks yang bernilai 2. Artinya terdapat 2 artikel yang dikutip oleh minimalnya 10 artikel lain.

oleh : Al Mar'atus Sholikhah/ 16030234039/Ka 16

Perbedaan Peer Review dan Non Peer Review

Perbedaan Peer Review dan Non Peer Review

oleh :
Al Mar'atus Sholihah
16030234039/ KA 16
A. PEER REVIEW
Peer review dilakukan oleh ilmuwan yang tidak terlibat secara langsung dengan riset yang sedang dievaluasi. Faktanya, mitra bestari sering pesaing ilmiah. Untuk menghilangkan penyimpangan dari proses review, sebagian besar manuskrip (artikel sebelum publikasi) dipertimbangkan secara independent oleh dua atau tiga mitra bestari. Mitra bestari mempertimbangkan keabsahan pendekatan, pentingnya dan originalitas temuan, ketertarikan dan keterkinian terhadap masyarakat ilmiah, dan kejelasan penulisan. Mitra bestari dapat memberikan umpan balik pada manuskrip yang mereka baca. Editor jurnal mengandalkan umpan balik peer- review untuk menuntun keputusan publikasinya, dan penulis menggunakan komentar mitra bestari untuk memperbaiki tulisan pada manuskripnya dan percobaan didalamnya. Editor jurnal kadang-kadang harus menyelesaikan isu terkait dengan konflik kepentingan antar mitra bestari; identitas mitra bestari umumnya tidak diungkap kepada penulis manuskrip. Aturan terakhir ini dimaksudkan untuk membebaskan mitra bestari dari tekanan sosial, yang mengijinkan mereka mempertimbangkan hanya berdasarkan kualitas sains didepannya.
Mitra bestari diharapkan menjaga informasi dalam manuskrip konfidensial sampai publikasi. Manuskrip umumnya mengalami beberapa putaran revisi oleh penulis sebelum dikirim ke jurnal untuk peer review. Jurnal bervariasi dalam selektivitas dan fokusnya. Sebagai contoh, jurnal Advanced Powder Technology mempublikasikan artikel berbagai bidang tetapi dipersyaratkan ada diskusi tentang powder dan partikel didalam artikel; jurnal Asia-Pacific Journal of Chemical Engineering mempublikasikan artikel yang terkait dengan teknik kimia dan bidang-bidang spesialisasinya. Sebagai akibatnya, manuskrip umumnya pertama kali dikirim ke jurnal yang banyak dibaca yang mungkin untuk mempublikasian hasil risetnya. Jika jurnal tersebut menolak untuk mempublikasi manuskrip tersebut, manuskrip dapat dikirim ke jurnal lain untuk dipertimbangkan.
Sistem peer review menjamin informasi yang disampaikan dalam jurnal ilmiah lebih kredibel. Meskipun upaya terbaik telah dilakukan oleh mitra bestari, tetap saja ada penyimpangan ilmiah dan data yang tidak benar atau tidak dapat dipertanggung jawabkan. Sebagai contoh, dua puluh lima paper yang dipublikasi oleh Jan Hendrick Schon antara tahun 2000 dan 2003 dipertanyakan karena data dari percobaan kunci yang berhubungan dengan duperkonduktivitas tidak didokumentasikan dengan baik dan beberapa sampel kontrol tidak dilaporkan dengan tepat. Paling tidak enam belas dari paper tersebut telah dideklarasi palsu, dan jurnal Science telah menarik delapan dari paper Schon. Masyarakat ilmiah juga telah ternoda dengan kasus penipuan dan pemalsuan. Sebagai contoh, pada tahun 1947 William T. Summerlin menggunakan pena berujung bulu untuk mengubah warna bulu beberapa tikus dalam upayanya untuk meyakinkan metornya bahwa ia telah berhasil mencangkok kulit antara strain tikus yang berbeda.
Kasus penyimpangan ilmiah jarang tetapi penting karena publisitas yang mereka terima begitu mereka ditemukan, mengikis kepercayaan masyarakat dalam sistem peer review dan sains itu sendiri. Salah satu landasan ilmiah adalah bahwa temuan ilmiah harus dapat direproduksi dan didokumentasikan dengan baik. Banyak contoh penyimpangan ilmiah telah dipaparkan ketika ilmuwan lain tidak mampu mereproduksi data yang dilaporkan. Sebagai contoh, pada tahun 1989 Stanley dan Martin Fleichmann mengumumkan kepada dunia bahwa mereka telah menemukan “cold fusion“, sumber energi yang mungkin tak terbatas. Ketika ilmuwan lain tidak mampu mengulangi pekerjaan tersebut, temuan tersebut tidak lagi dipercaya. Untuk menjaga hal-hal seperti diatas tidak terjadi, artikel ilmiah memasukkan uraian rinci protokol percobaan yang memungkinkan ilmuwan lain mengulangi percobaan.
B. NON PEER REVIEW
Non peer review adalah suatu proses yang tidak melalui proses penilaian atau pemeriksaan terhadap suatu karya ilmiah seseorang di bidang tertentu. Hasil yang diperoleh belum tentu benar karena tidak melalui proses penilaian atau pemeriksaan terlebih dahulu.
Perbedaan peer review dan non peer review
Peer Review Non Peer Review
Digunakan untuk menilai jurnal ilmiah Digunakan ketika menilai majalah
Dinilai oleh seorang yang ahli dibidangnya (ilmuwan) Dinilai oleh orang umum
Terbukti kebenarannya Belum terbukti kebenarannya
Memenuhi standart disiplin ilmiah yang standart Tidak Memenuhi standart disiplin ilmiah yang standart
Dapat digunakan sebagai sumber reverensi yang valid Belum tentu dapat digunakan sebagai bahan acuan yang valid
Sumber yang dikutip di bibliografi
dan / atau catatan kaki Jarang dikutip Informasi adalah biasanya kedua atau tangan ketiga
Berbagi fakta dengan Lain sarjana / peneliti di bidang yang sama belajar Untuk menghibur, informasikan, membangkitkan emosional tanggapan

Selasa, 03 Oktober 2017

SITASI DAN BIBLIOGRAFI MENGGUNAKAN ZOTERO METODE ANGKA

PIGMEN TUMBUHAN SEBAGAI PEWARNA ALAMI
Zat warna alami adalah kelompok dari senyawa yang terdapat di tumbuhan,
binatang, tanah, dan batu-batuan yang menghasilkan warna dan selektif dalam
menyerap panjang gelombang tertentu dari sebuah cahaya serta diolah sedemikian
rupa untuk digunakan bagi keperluan manusia dalam memenuhi kebutuhannya.
Pewarnaan tekstil, tenunan atau benda lainnya sejak dulu sudah dilakukan orang
dengan menggunakan warna alami ini.
Zat pewarna alami atau vegetable dyes adalah agensia pewarna yang berasal
dari tanaman. Zat pewarna alami ini diekstraksi melalui fermentasi, pendidihan atau
perlakuan kimiawi dari substansi kimia yang terdapat dalam jaringan tanaman.
Kebanyakan pigmen tanaman tidak permanen, warna cepat memudar bila kena
deterjen atau cahaya matahari. Secara tradisional sebenarnya telah diketahui orang
bahwa untuk mencuci batik orang biasanya menggunakan buah lerak (Sapindus
rarak
) agar warna tidak luntur, namun pohon ini telah mulai langka.
Umumnya zat warna alam terbentuk dari kombinasi tiga unsur,
yaitu karbon, hidrogen dan oksigen, tetapi ada beberapa zat warna yang
mengandung unsur lain seperti nitrogen pada indigotin dan magnesium
pada klorofil. Jaringan tumbuhan seperti bunga, batang, kulit, kayu, biji,
buah, akar dan kayu mempunyai warna – warna karakteristik yang disebut
pigmen dalam botani.
Jenis senyawa pigmen alami dan sifatnya
Jenis Pigmen
Jumlah
Senyawa
Warna
Sumbernya
Pelarut
Kestabilan
Antosianin
120
Jingga,
merah, biru
Tanaman
Air
Peka pada
perubahan
pH, panas
Flavonoid
600
Tak
berwarna,
kuning
Umumnya
tanaman
Air
Tahan panas
Leukoantosianin
20
Tak berwarna
Tanaman
Air
Tahan panas
Tannin
20
Tak
berwarna,
kuning
Tanaman
Air
Tahan panas
Betalain
70
Kuning,
merah
Tanaman
Air
Peka terhadap
panas
Kuinon
200
Kuning
sampai hitam
Tanaman,
bakteri
Air
Tahan panas
Xanton
30
Kuning
Tanaman
Air
Tahan panas
Karotenoid
300
Tak
berwarna,
kuning,
merah
Tanaman
Lemak
Tahan panas
Klorofil
25
Hijau, coklat
Tanaman
Lemak, air
Peka terhadap
panas
Pigmen heme
6
Merah, coklat
Hewan
Air
Peka terhadap
panas

 Adapun jenis – jenis senyawa zat wana alam yang terkandung dalam tumbuhan adalah klorofil (hijau) pada daun; karoten (kuning oranye) pada umbi dan daun; likopene (merah) pada bunga dan buah; flavon (kuning) pada bunga, akar dan kayu; antosianin (kuning kemerahan, merah lembayung) pada buah dan bunga; betalain (kuning merah) menyerupai antosianin atau flavonoid pada beet merah; xanton (kuning) pada buah mangga. [1]
 Berikut ini adalah contoh beberapa pewarna alami yang diekstrak dari beberapa tumbuhan :
1.      Ubi Jalar Ungu
Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas Poir) merupakan salah satu tanaman umbi –
umbian yang sangat bermanfaat. Ubi jalar mengandung serat, mineral, vitamin dan
antioksidan, seperti asam phenolic, antosianin, tocopherol dan β-karoten. Ubi Jalar
dapat dibedakan berdasarkan warnanya yaitu krem, kuning, orange, dan ungu.
Tanaman ubi jalar, selain menjadi bahan pangan sumber karbohidrat, dapat juga
dijadikan sumber zat warna alami. Zat warna yang terkandung di dalam akar tanaman
ubi jalar disebut dengan antosianin. Kandungan antosianin pada ubi jalar ungu ini
berkisar antara 14,68 – 210 mg/100 gram bahan baku. Semakin ungu warna ungu
pada ubi jalar, semakin tinggi kandungan antosianinnya.[2]
Salah satu sumber antosianin yang murah dan banyak terdapat di Indonesia adalah pada ubi jalar ungu karena pada ubi jalar ungu memiliki kandungan antosianin yang lebih besar dari pada ubi jalar dengan varietas yang lain yaitu sebesar 11,051 mg/100 gr (Arixs, 2006). Antosianin telah memenuhi persyaratan sebagai zat pewarna makanan tambahan, diantaranya tidak menimbulkan kerusakan pada bahan makanan maupun kemasannya dan bukan merupakan zat yang beracun bagi tubuh, sehingga secara Internasional telah diijinkan sebagai zat pewarna makanan.[3]
2.      Kulit Buah Rambutan
Rambutan (Nephelium lappaceum Linn) merupakan sejenis buah-buahan tropika yang
berasal dari Malaysia dan Indonesia. Buah rambutan terbentuk pada ujung ranting yang berbentuk bulat berukuran 5 cm yang berwarna hijau muda dan akan berubah
warna menjadi kuning atau merah apabila sudah matang. Masa kematangan dari
rambutan antara 100 - 130 hari. Pohon rambutan secara teori berbuah 275 - 300 hari
tanam. Saat ini, buah rambutan masih digemari oleh masyarakat. Namun kulitnya
yang berwarna merah masih belum dimanfaatkan secara maksimal, adanya warna merah tua diduga terdapat pigmen antosianin yang dapat digunakan sebagai pewarna alami. Digunakan metode ekstraksi dalam menghasilkan pigmen antosianin dari kulit buah rambutan dengan menggunakan pelarut metanol.[4]
3.      Buah Duwet
Buah Duwet (shyzgiyum cumini) merupakan salah satu buah yag dapat digunakan sebagai sumber pewarna alami untuk bahan pangan. Kenampakan kulit buah duwet yang berwarna ungu kehitaman mengindikasikan adanya kandungan. Antosianin dapat memberikan warna ungu , merah, biru, pada daun bunga buah dan sayur. Antosianin yang terkandung dalam buah Duwet berupa malvidin , sianidin , petunidin, ramno-glikosida. Untuk keperluan pewarnaan produk pangan maka ekstraksi pada kulit buah duwet harus dilakukan dengan metode ekstraksi yang sesuai. Metode ekstraksi antosianin telah banyak dikembangkan antara lain dengan perlakuan asam menggunakan asam organic maupun anorganik.[5]
4.      Bunga Sepatu
Tanaman bunga sepatu (Hibiscus rosa sinensis L), mudah dibudidayakan di daerah beriklim tropis dengan stek batang, mulai berbunga umur 3-4 bulan .Kelopak bunganya dikenal sebagai refrigerant dan demulcent, daunya digunakan untuk obat pencahar, sedangkan akarnya dimanfaatkan sebagai obat batuk. Studi ftokimia mengungkapkan terdapat bahan-bahan kimia diantaranya flavonoid, flavonoid glikosida, hibiscetine, asam sitrat, asam tartrat, siklopropenoid dan pigmen antosianin  Antosianin yang terdapat pada bunga sepatu adalah jenis pelargonidin.[6]
5.      Daun Rheo Descolor
Lucia Prihatin, (2005) mengekstrak zat warna dalam daun rhoeo discolor kering dengan
alcohol 70% (asal daun terendam) mendapatkan ekstrak berwarna kuning merah. Ekstraks ini
stabil bila disimpan di dalam pendingin selama 3-4 minggu, dengan trayek pH 5-7, terjadi
perubahan warna merah ke hijau. Ekstrak ini juga bisa dibuat indicator kertas dengan cara
menempelkannya di kertas saring dan mengeringkan pelarutnya. Ekstraksi zat warna dalam daun
rhoeo discolor kering dengan alcohol 70% (10 gram/100 mL) secara maserasi tanpa pemanasan
menghasilkan ekstraks berwarna ungu kemerahan ,merah muda .Ekstrak zat warna yang
dihasilkan mempunyai warna ungu dalam pelarut air dan hijau dalam pelarut alcohol 70%. Warna ungu ini diduga merupakan antosianin. Perbedaan warna dari ekstrak yang dihasilkan dipengaruhi oleh komposisi massa daun dan volume pelarut yang digunakan untuk maserasi. Perubahan warna indicator alami ekstrak daun rhoeo discolor dalam pelarut air dan alcohol dapat dilihat pada Gambar 2-5. Berdasarkan data perubahan warna pada setiap pH system dapat ditentukan trayek pH dari indicator alami ini. Trayek pH adalah jangkauan pH yang menyatakan perubahan warna yang jelas dari indicator tersebut.[7]
6.      Kayu Secang
Batang kayu secang (Caesalpinia Sappan L) berbentuk bulat, berwarna hijau kecokelatan
memberikan warna merah bila serutan kayunya direbus. Kandungan kimia kayu secang meliputi asam galat, tanin, resin, resorsin, brasilin, brasilein, d-alfa-phellandrene, oscimene, dan minyak atsiri. Warna merah ekstrak kayu secang digunakan untuk pengecatan, pewarna anyaman, kue, minuman, dan tinta. Zat warna dalam kayu secang diekstraksi secara maserasi dengan pelarut air panas dan etanol. Karakter ekstrak zat warna sebagai indikator asam basa meliputi panjang gelombang maksimum, spektrum absorbsi, nilai pK indikator, tingkat keakuratan, tingkat kecermatan dan tingkat keawetannya. Ekstrak zat warna dalam kayu secang hasil maserasi dengan pelarut air dan alkohol dapat digunakan sebagai indicator alami dalam titrasi asam basa. Trayek pH ekstrak kayu secang sebagai indikator alami titrasi asam-basa yang diisolasi dengan air panas (60 0C) adalah 6,2-7,0 (kuning-merah muda) dan 7,8- 8,6 ( merah muda-orange sangat lemah) dan etanol adalah 6,2-7,0 (orange-merah muda) dan 7,8-8,6 (orange- merah muda). Ekstraks kayu secang dalam pelarut heksana (berwarna kuning) tidak mempunyai trayek pH dan tidak bisa digunakan sebagai indikator asam basa. Spectrum absorbsi ekstrak
zat warna dalam kayu secang pada berbagai pH menyatakan bahwa trayek pH ekstraks kayu secang dalam pelarut air dan pelarut etanol adalah 7,8-8,6. Indikator alami ekstrak kayu secang cermat sebagai indikator asam basa meskipun kecermatannya lebih rendah dari indikator pp (0,053). Metode titrasi dengan indikator ekstraks kayu secang memiliki keakuratan lebih rendah disbanding metode titrasi dengan indikator fenolptalein. Ekstrak kayu secang dalam pelarut etanol relatif stabil dalam penyimpanan selama 8 hari dibanding ekstrak kayu secang dalam pelarut air.[8]
7.      Kulit Buah Manggis
Pada umumnya masyarakat memanfaatkan tanaman manggis karena buahnya yang menyegarkan dan mengandung gula sakarosa, dekstrosa, dan levulosa. Komposisi bagian buah yang dimakan per 100 gram meliputi 79,2 gram air, 0,5 gram protein,
19,8 gram karbohidrat, 0,3 gram serat, 11 mg kalsium, 17 mg fosfor, 0,9 mg besi, 14 IU
vitamin A, 66 mg vitamin C, vitamin B (tiamin) 0,09 mg, vitamin B2 (riboflavin) 0,06 mg, dan vitamin B5 (niasin) 0,1 mg. Kebanyakan buah manggis dikonsumsi dalam keadaan segar,
karena olahan awetannya kurang digemari oleh masyarakat. Selain buah, kulit buah manggis juga dimanfaatkan sebagai pewarna alami Kulit buah mengandung antosianin seperti cyanidin-
3-sophoroside,
dan cyanidin-3-glucoside. Senyawa tersebut berperan penting pada
pewarnaan kulit manggis. Kulit kayu, kulit buah, dan lateks kering Garcinia mangostana
(manggis) juga mengandung sejumlah zat warna kuning yang berasal dari dua metabolit
yaitu alfa-mangostin dan -mangostin yang berhasil diisolasi. Ditemukan metabolit baru
yaitu 1,3,6,7-tetrahidroksi-2,8-di (3-metil- 2butenil) xanton yang diberi nama amangostanin dari kulit buah Garcinia mangostana (manggis). Kulit buah manggis juga mengandung
flavan-3,4-diols yang tergolong senyawa tannin berupa pigmen kuning sampai coklat.
[9]
8.      Daun Suji
Pewarna alami yang terkandung dalam daun suji (Pleomele angustifolia) adalah pigmen klorofil.
Proses ekstraksi memerlukan jenis larutan pengekstrak yang sesuai dengan sifat pigmennya. Penelitian ini mempelajari pengaruh blanching dan jenis larutan pengekstrak yaitu air, alkohol 85% dan aseton 85%. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perlakuan blanching dan jenis pengekstrak tidak memberikan interaksi yang nyata terhadap total klorofil, kecerahan, pH, total klorofil akibat pemanasan suhu 100oC dan total klorofil akibat perlakuan pH 4,5. Hasil total klorofil terbesar didapat pada perlakuan larutan pengekstrak aseton 85% dan
perlakuan tanpa blanching yaitu sebesar 12,03 mg/l dan 10,84 mg/l.[10]


BIBLIOGRAFI
Hutapea, Elvi Rasida Florentina, Laura Olivia Siahaan, and Rondang Tambun. “Ekstraksi Pigmen Antosianin Dari Kulit Rambutan (Nephelium Lappaceum) Dengan Pelarut Metanol.” Jurnal Teknik Kimia USU 3, no. 2 (2014). http://202.0.107.5/index.php/jtk/article/view/7314.
Kristijarti, Anastasia Prima, and Ariestya Arlene. “Isolasi Zat Warna Ungu Pada Ipomoea Batatas Poir Dengan Pelarut Air.” Research Report-Engineering Science 1 (2012). http://journal.unpar.ac.id/index.php/rekayasa/article/viewFile/153/138.
Kwartiningsih, Endang, Dwi Ardiana Setyawardhani, Agus Wiyatno, and Adi Triyono. “Zat Pewarna Alami Tekstil Dari Kulit Buah Manggis.” Ekuilibrium 8, no. 1 (2009): 41–47.
Nuryanti, Siti, Sabirin Matsjeh, Chairil Anwar, and Tri Joko Raharjo. “Indikator Titrasi Asam-Basa Dari Ekstrak Bunga Sepatu (Hibiscus Rosa Sinensis L).” Agritech 30, no. 3 (2010). http://journal.ugm.ac.id/agritech/article/view/9671.
Padmaningrum, Regina Tutik. “Karakter Ekstrak Zat Warna Daun Rhoeo Discolor Sebagai Indikator Titrasi Asam Basa.” In Porsiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan Dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2011. http://staffnew.uny.ac.id/upload/131930137/penelitian/Karakter_Ekstrak_Rhoeodiscolor_Regina_Tutik_P.pdf.
Padmaningrum, Regina Tutik, Siti Marwati, and Antuni Wiyarsi. “Karakter Ekstrak Zat Warna Kayu Secang (Caesalpinia Sappan L) Sebagai Indikator Titrasi Asam Basa.” In Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan Dan Penerapan MIPA. FMIPA UNY Yogyakarta, 2012. http://staffnew.uny.ac.id/upload/131930137/penelitian/B.16.Karakter+Ekstrak+Zat+Warna+Kayu+Secang_Regina+Tutik.UNY_.pdf.
Putri, Widya Dwi Rukmi, Elok Zubaidah, and N. Sholahudin. “Ekstraksi Pewarna Alami Daun Suji, Kajian Pengaruh Blanching Dan Jenis Bahan Pengekstrak.” Jurnal Teknologi Pertanian 4, no. 1 (2012). http://jtp.ub.ac.id/index.php/jtp/article/view/147.
Sari, Puspita. “Potensi Antosianin Buah Duwet (Syzygium Cumini) Sebagai Pewarna Pangan Alami Yang Memiliki Kemampuan Antioksidasi,” 2011. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/55231.
Sarofa, Ulya, Dhini Anggrahini, and Sri Winarti. “EKSTRAKSI DAN STABILITAS WARNA UBI JALAR UNGU SEBAGAI PEWARNA ALAMI.” Teknik Kimia 3, no. 1 (2012). http://ejournal.upnjatim.ac.id/index.php/tekkim/article/view/102.
Sutanto, Christian Novandi. “Pemanfaatan Ekstrak Bunga Kecombrang (Nicolaia Speciosa, Horan) Sebagai Pewarna Alami Pada Makanan Cenil.” UAJY, 2012. http://e-journal.uajy.ac.id/id/eprint/370.



[1] Sutanto, “Pemanfaatan Ekstrak Bunga Kecombrang (Nicolaia Speciosa, Horan) Sebagai Pewarna Alami Pada Makanan Cenil.”
[2] Kristijarti and Arlene, “Isolasi Zat Warna Ungu Pada Ipomoea Batatas Poir Dengan Pelarut Air.”
[3] Sarofa, Anggrahini, and Winarti, “EKSTRAKSI DAN STABILITAS WARNA UBI JALAR UNGU SEBAGAI PEWARNA ALAMI.”
[4] Hutapea, Siahaan, and Tambun, “Ekstraksi Pigmen Antosianin Dari Kulit Rambutan (Nephelium Lappaceum) Dengan Pelarut Metanol.”
[5] Sari, “Potensi Antosianin Buah Duwet (Syzygium Cumini) Sebagai Pewarna Pangan Alami Yang Memiliki Kemampuan Antioksidasi.”
[6] Nuryanti et al., “Indikator Titrasi Asam-Basa Dari Ekstrak Bunga Sepatu (Hibiscus Rosa Sinensis L).”
[7] Padmaningrum, “Karakter Ekstrak Zat Warna Daun Rhoeo Discolor Sebagai Indikator Titrasi Asam Basa.”
[8] Padmaningrum, Marwati, and Wiyarsi, “Karakter Ekstrak Zat Warna Kayu Secang (Caesalpinia Sappan L) Sebagai Indikator Titrasi Asam Basa.”
[9] Kwartiningsih et al., “Zat Pewarna Alami Tekstil Dari Kulit Buah Manggis.”
[10] Putri, Zubaidah, and Sholahudin, “Ekstraksi Pewarna Alami Daun Suji, Kajian Pengaruh Blanching Dan Jenis Bahan Pengekstrak.”

OLEH : AL MAR'ATUS SHOLIKHAH/ KA 16 / 16030234039