PIGMEN
TUMBUHAN SEBAGAI PEWARNA ALAMI
Zat warna alami adalah kelompok dari
senyawa yang terdapat di tumbuhan,
binatang, tanah, dan batu-batuan yang menghasilkan warna dan selektif dalam
menyerap panjang gelombang tertentu dari sebuah cahaya serta diolah sedemikian
rupa untuk digunakan bagi keperluan manusia dalam memenuhi kebutuhannya.
Pewarnaan tekstil, tenunan atau benda lainnya sejak dulu sudah dilakukan orang
dengan menggunakan warna alami ini.
binatang, tanah, dan batu-batuan yang menghasilkan warna dan selektif dalam
menyerap panjang gelombang tertentu dari sebuah cahaya serta diolah sedemikian
rupa untuk digunakan bagi keperluan manusia dalam memenuhi kebutuhannya.
Pewarnaan tekstil, tenunan atau benda lainnya sejak dulu sudah dilakukan orang
dengan menggunakan warna alami ini.
Zat pewarna alami atau vegetable dyes adalah agensia pewarna yang berasal
dari tanaman. Zat pewarna alami ini diekstraksi melalui fermentasi, pendidihan atau
perlakuan kimiawi dari substansi kimia yang terdapat dalam jaringan tanaman.
Kebanyakan pigmen tanaman tidak permanen, warna cepat memudar bila kena
deterjen atau cahaya matahari. Secara tradisional sebenarnya telah diketahui orang
bahwa untuk mencuci batik orang biasanya menggunakan buah lerak (Sapindus
rarak) agar warna tidak luntur, namun pohon ini telah mulai langka.
dari tanaman. Zat pewarna alami ini diekstraksi melalui fermentasi, pendidihan atau
perlakuan kimiawi dari substansi kimia yang terdapat dalam jaringan tanaman.
Kebanyakan pigmen tanaman tidak permanen, warna cepat memudar bila kena
deterjen atau cahaya matahari. Secara tradisional sebenarnya telah diketahui orang
bahwa untuk mencuci batik orang biasanya menggunakan buah lerak (Sapindus
rarak) agar warna tidak luntur, namun pohon ini telah mulai langka.
Umumnya zat warna alam terbentuk dari kombinasi tiga unsur,
yaitu karbon, hidrogen dan oksigen, tetapi ada beberapa zat warna yang
mengandung unsur lain seperti nitrogen pada indigotin dan magnesium
pada klorofil. Jaringan tumbuhan seperti bunga, batang, kulit, kayu, biji,
buah, akar dan kayu mempunyai warna – warna karakteristik yang disebut
pigmen dalam botani.
yaitu karbon, hidrogen dan oksigen, tetapi ada beberapa zat warna yang
mengandung unsur lain seperti nitrogen pada indigotin dan magnesium
pada klorofil. Jaringan tumbuhan seperti bunga, batang, kulit, kayu, biji,
buah, akar dan kayu mempunyai warna – warna karakteristik yang disebut
pigmen dalam botani.
Jenis senyawa pigmen
alami dan sifatnya
Jenis Pigmen
|
Jumlah
Senyawa |
Warna
|
Sumbernya
|
Pelarut
|
Kestabilan
|
Antosianin
|
120
|
Jingga,
merah, biru |
Tanaman
|
Air
|
Peka pada
perubahan pH, panas |
Flavonoid
|
600
|
Tak
berwarna, kuning |
Umumnya
tanaman |
Air
|
Tahan panas
|
Leukoantosianin
|
20
|
Tak berwarna
|
Tanaman
|
Air
|
Tahan panas
|
Tannin
|
20
|
Tak
berwarna, kuning |
Tanaman
|
Air
|
Tahan panas
|
Betalain
|
70
|
Kuning,
merah |
Tanaman
|
Air
|
Peka terhadap
panas |
Kuinon
|
200
|
Kuning
sampai hitam |
Tanaman,
bakteri |
Air
|
Tahan panas
|
Xanton
|
30
|
Kuning
|
Tanaman
|
Air
|
Tahan panas
|
Karotenoid
|
300
|
Tak
berwarna, kuning, merah |
Tanaman
|
Lemak
|
Tahan panas
|
Klorofil
|
25
|
Hijau, coklat
|
Tanaman
|
Lemak, air
|
Peka terhadap
panas |
Pigmen heme
|
6
|
Merah, coklat
|
Hewan
|
Air
|
Peka terhadap
panas |
Adapun jenis – jenis senyawa zat wana alam
yang terkandung dalam tumbuhan adalah klorofil (hijau) pada daun; karoten
(kuning oranye) pada umbi dan daun; likopene (merah) pada bunga dan buah;
flavon (kuning) pada bunga, akar dan kayu; antosianin (kuning kemerahan, merah
lembayung) pada buah dan bunga; betalain (kuning merah) menyerupai antosianin
atau flavonoid pada beet merah; xanton (kuning) pada buah mangga.(Sutanto 2012)
Berikut ini adalah contoh beberapa
pewarna alami yang diekstrak dari beberapa tumbuhan :
1. Ubi
Jalar Ungu
Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas Poir) merupakan salah satu tanaman umbi –
umbian yang sangat bermanfaat. Ubi jalar mengandung serat, mineral, vitamin dan
antioksidan, seperti asam phenolic, antosianin, tocopherol dan β-karoten. Ubi Jalar
dapat dibedakan berdasarkan warnanya yaitu krem, kuning, orange, dan ungu.
Tanaman ubi jalar, selain menjadi bahan pangan sumber karbohidrat, dapat juga
dijadikan sumber zat warna alami. Zat warna yang terkandung di dalam akar tanaman
ubi jalar disebut dengan antosianin. Kandungan antosianin pada ubi jalar ungu ini
berkisar antara 14,68 – 210 mg/100 gram bahan baku. Semakin ungu warna ungu
pada ubi jalar, semakin tinggi kandungan antosianinnya(Kristijarti and Arlene 2012)
umbian yang sangat bermanfaat. Ubi jalar mengandung serat, mineral, vitamin dan
antioksidan, seperti asam phenolic, antosianin, tocopherol dan β-karoten. Ubi Jalar
dapat dibedakan berdasarkan warnanya yaitu krem, kuning, orange, dan ungu.
Tanaman ubi jalar, selain menjadi bahan pangan sumber karbohidrat, dapat juga
dijadikan sumber zat warna alami. Zat warna yang terkandung di dalam akar tanaman
ubi jalar disebut dengan antosianin. Kandungan antosianin pada ubi jalar ungu ini
berkisar antara 14,68 – 210 mg/100 gram bahan baku. Semakin ungu warna ungu
pada ubi jalar, semakin tinggi kandungan antosianinnya(Kristijarti and Arlene 2012)
Salah satu sumber antosianin yang murah dan banyak terdapat di
Indonesia adalah pada ubi jalar ungu karena pada ubi jalar ungu memiliki
kandungan antosianin yang lebih besar dari pada ubi jalar dengan varietas yang
lain yaitu sebesar 11,051 mg/100 gr . Antosianin telah memenuhi
persyaratan sebagai zat pewarna makanan tambahan, diantaranya tidak menimbulkan
kerusakan pada bahan makanan maupun kemasannya dan bukan merupakan zat yang
beracun bagi tubuh, sehingga secara Internasional telah diijinkan sebagai zat
pewarna makanan(Sarofa, Anggrahini, and Winarti 2012)
2. Kulit
Buah Rambutan
Rambutan (Nephelium lappaceum Linn) merupakan sejenis
buah-buahan tropika yang
berasal dari Malaysia dan Indonesia. Buah rambutan terbentuk pada ujung ranting yang berbentuk bulat berukuran 5 cm yang berwarna hijau muda dan akan berubah
warna menjadi kuning atau merah apabila sudah matang. Masa kematangan dari
rambutan antara 100 - 130 hari. Pohon rambutan secara teori berbuah 275 - 300 hari
tanam. Saat ini, buah rambutan masih digemari oleh masyarakat. Namun kulitnya
yang berwarna merah masih belum dimanfaatkan secara maksimal, adanya warna merah tua diduga terdapat pigmen antosianin yang dapat digunakan sebagai pewarna alami. Digunakan metode ekstraksi dalam menghasilkan pigmen antosianin dari kulit buah rambutan dengan menggunakan pelarut metanol.(Hutapea, Siahaan, and Tambun 2014)
berasal dari Malaysia dan Indonesia. Buah rambutan terbentuk pada ujung ranting yang berbentuk bulat berukuran 5 cm yang berwarna hijau muda dan akan berubah
warna menjadi kuning atau merah apabila sudah matang. Masa kematangan dari
rambutan antara 100 - 130 hari. Pohon rambutan secara teori berbuah 275 - 300 hari
tanam. Saat ini, buah rambutan masih digemari oleh masyarakat. Namun kulitnya
yang berwarna merah masih belum dimanfaatkan secara maksimal, adanya warna merah tua diduga terdapat pigmen antosianin yang dapat digunakan sebagai pewarna alami. Digunakan metode ekstraksi dalam menghasilkan pigmen antosianin dari kulit buah rambutan dengan menggunakan pelarut metanol.(Hutapea, Siahaan, and Tambun 2014)
3. Buah
Duwet
Buah
Duwet (shyzgiyum cumini) merupakan salah satu buah yag dapat digunakan sebagai
sumber pewarna alami untuk bahan pangan. Kenampakan kulit buah duwet yang
berwarna ungu kehitaman mengindikasikan adanya kandungan. Antosianin dapat
memberikan warna ungu , merah, biru, pada daun bunga buah dan sayur. Antosianin
yang terkandung dalam buah Duwet berupa malvidin , sianidin , petunidin,
ramno-glikosida. Untuk keperluan pewarnaan produk pangan maka ekstraksi pada
kulit buah duwet harus dilakukan dengan metode ekstraksi yang sesuai. Metode
ekstraksi antosianin telah banyak dikembangkan antara lain dengan perlakuan
asam menggunakan asam organic maupun anorganik.(Sari 2011)
4.
Bunga
Sepatu
Tanaman bunga sepatu (Hibiscus rosa sinensis L), mudah
dibudidayakan di daerah beriklim tropis dengan stek batang, mulai berbunga umur
3-4 bulan .Kelopak bunganya dikenal sebagai refrigerant dan demulcent,
daunya digunakan untuk obat pencahar, sedangkan akarnya dimanfaatkan sebagai
obat batuk. Studi ftokimia mengungkapkan terdapat bahan-bahan kimia diantaranya
flavonoid, flavonoid glikosida, hibiscetine, asam sitrat, asam tartrat,
siklopropenoid dan pigmen antosianin
Antosianin yang terdapat pada bunga sepatu adalah jenis pelargonidin.(Nuryanti et al. 2010)
5.
Daun Rheo Descolor
Lucia Prihatin, (2005) mengekstrak zat warna dalam daun rhoeo
discolor kering dengan
alcohol 70% (asal daun terendam) mendapatkan ekstrak berwarna kuning merah. Ekstraks ini
stabil bila disimpan di dalam pendingin selama 3-4 minggu, dengan trayek pH 5-7, terjadi
perubahan warna merah ke hijau. Ekstrak ini juga bisa dibuat indicator kertas dengan cara
menempelkannya di kertas saring dan mengeringkan pelarutnya. Ekstraksi zat warna dalam daun
rhoeo discolor kering dengan alcohol 70% (10 gram/100 mL) secara maserasi tanpa pemanasan
menghasilkan ekstraks berwarna ungu kemerahan ,merah muda .Ekstrak zat warna yang
dihasilkan mempunyai warna ungu dalam pelarut air dan hijau dalam pelarut alcohol 70%. Warna ungu ini diduga merupakan antosianin. Perbedaan warna dari ekstrak yang dihasilkan dipengaruhi oleh komposisi massa daun dan volume pelarut yang digunakan untuk maserasi. Perubahan warna indicator alami ekstrak daun rhoeo discolor dalam pelarut air dan alcohol dapat dilihat pada Gambar 2-5. Berdasarkan data perubahan warna pada setiap pH system dapat ditentukan trayek pH dari indicator alami ini. Trayek pH adalah jangkauan pH yang menyatakan perubahan warna yang jelas dari indicator tersebut.(Padmaningrum 2011)
alcohol 70% (asal daun terendam) mendapatkan ekstrak berwarna kuning merah. Ekstraks ini
stabil bila disimpan di dalam pendingin selama 3-4 minggu, dengan trayek pH 5-7, terjadi
perubahan warna merah ke hijau. Ekstrak ini juga bisa dibuat indicator kertas dengan cara
menempelkannya di kertas saring dan mengeringkan pelarutnya. Ekstraksi zat warna dalam daun
rhoeo discolor kering dengan alcohol 70% (10 gram/100 mL) secara maserasi tanpa pemanasan
menghasilkan ekstraks berwarna ungu kemerahan ,merah muda .Ekstrak zat warna yang
dihasilkan mempunyai warna ungu dalam pelarut air dan hijau dalam pelarut alcohol 70%. Warna ungu ini diduga merupakan antosianin. Perbedaan warna dari ekstrak yang dihasilkan dipengaruhi oleh komposisi massa daun dan volume pelarut yang digunakan untuk maserasi. Perubahan warna indicator alami ekstrak daun rhoeo discolor dalam pelarut air dan alcohol dapat dilihat pada Gambar 2-5. Berdasarkan data perubahan warna pada setiap pH system dapat ditentukan trayek pH dari indicator alami ini. Trayek pH adalah jangkauan pH yang menyatakan perubahan warna yang jelas dari indicator tersebut.(Padmaningrum 2011)
6.
Kayu Secang
Batang kayu secang (Caesalpinia Sappan L) berbentuk bulat,
berwarna hijau kecokelatan
memberikan warna merah bila serutan kayunya direbus. Kandungan kimia kayu secang meliputi asam galat, tanin, resin, resorsin, brasilin, brasilein, d-alfa-phellandrene, oscimene, dan minyak atsiri. Warna merah ekstrak kayu secang digunakan untuk pengecatan, pewarna anyaman, kue, minuman, dan tinta. Zat warna dalam kayu secang diekstraksi secara maserasi dengan pelarut air panas dan etanol. Karakter ekstrak zat warna sebagai indikator asam basa meliputi panjang gelombang maksimum, spektrum absorbsi, nilai pK indikator, tingkat keakuratan, tingkat kecermatan dan tingkat keawetannya. Ekstrak zat warna dalam kayu secang hasil maserasi dengan pelarut air dan alkohol dapat digunakan sebagai indicator alami dalam titrasi asam basa. Trayek pH ekstrak kayu secang sebagai indikator alami titrasi asam-basa yang diisolasi dengan air panas (60 0C) adalah 6,2-7,0 (kuning-merah muda) dan 7,8- 8,6 ( merah muda-orange sangat lemah) dan etanol adalah 6,2-7,0 (orange-merah muda) dan 7,8-8,6 (orange- merah muda). Ekstraks kayu secang dalam pelarut heksana (berwarna kuning) tidak mempunyai trayek pH dan tidak bisa digunakan sebagai indikator asam basa. Spectrum absorbsi ekstrak
zat warna dalam kayu secang pada berbagai pH menyatakan bahwa trayek pH ekstraks kayu secang dalam pelarut air dan pelarut etanol adalah 7,8-8,6. Indikator alami ekstrak kayu secang cermat sebagai indikator asam basa meskipun kecermatannya lebih rendah dari indikator pp (0,053). Metode titrasi dengan indikator ekstraks kayu secang memiliki keakuratan lebih rendah disbanding metode titrasi dengan indikator fenolptalein. Ekstrak kayu secang dalam pelarut etanol relatif stabil dalam penyimpanan selama 8 hari dibanding ekstrak kayu secang dalam pelarut air.(Padmaningrum, Marwati, and Wiyarsi 2012)
memberikan warna merah bila serutan kayunya direbus. Kandungan kimia kayu secang meliputi asam galat, tanin, resin, resorsin, brasilin, brasilein, d-alfa-phellandrene, oscimene, dan minyak atsiri. Warna merah ekstrak kayu secang digunakan untuk pengecatan, pewarna anyaman, kue, minuman, dan tinta. Zat warna dalam kayu secang diekstraksi secara maserasi dengan pelarut air panas dan etanol. Karakter ekstrak zat warna sebagai indikator asam basa meliputi panjang gelombang maksimum, spektrum absorbsi, nilai pK indikator, tingkat keakuratan, tingkat kecermatan dan tingkat keawetannya. Ekstrak zat warna dalam kayu secang hasil maserasi dengan pelarut air dan alkohol dapat digunakan sebagai indicator alami dalam titrasi asam basa. Trayek pH ekstrak kayu secang sebagai indikator alami titrasi asam-basa yang diisolasi dengan air panas (60 0C) adalah 6,2-7,0 (kuning-merah muda) dan 7,8- 8,6 ( merah muda-orange sangat lemah) dan etanol adalah 6,2-7,0 (orange-merah muda) dan 7,8-8,6 (orange- merah muda). Ekstraks kayu secang dalam pelarut heksana (berwarna kuning) tidak mempunyai trayek pH dan tidak bisa digunakan sebagai indikator asam basa. Spectrum absorbsi ekstrak
zat warna dalam kayu secang pada berbagai pH menyatakan bahwa trayek pH ekstraks kayu secang dalam pelarut air dan pelarut etanol adalah 7,8-8,6. Indikator alami ekstrak kayu secang cermat sebagai indikator asam basa meskipun kecermatannya lebih rendah dari indikator pp (0,053). Metode titrasi dengan indikator ekstraks kayu secang memiliki keakuratan lebih rendah disbanding metode titrasi dengan indikator fenolptalein. Ekstrak kayu secang dalam pelarut etanol relatif stabil dalam penyimpanan selama 8 hari dibanding ekstrak kayu secang dalam pelarut air.(Padmaningrum, Marwati, and Wiyarsi 2012)
7.
Kulit Buah Manggis
Pada umumnya masyarakat memanfaatkan tanaman manggis karena buahnya
yang menyegarkan dan mengandung gula sakarosa, dekstrosa, dan levulosa. Komposisi
bagian buah yang dimakan per 100 gram meliputi 79,2 gram air, 0,5 gram protein,
19,8 gram karbohidrat, 0,3 gram serat, 11 mg kalsium, 17 mg fosfor, 0,9 mg
besi, 14 IU vitamin A, 66 mg vitamin C, vitamin B (tiamin) 0,09 mg, vitamin B2
(riboflavin) 0,06 mg, dan vitamin B5 (niasin) 0,1 mg. Kebanyakan buah manggis dikonsumsi
dalam keadaan segar, karena olahan awetannya kurang digemari oleh masyarakat. Selain
buah, kulit buah manggis juga dimanfaatkan sebagai pewarna alami Kulit buah
mengandung antosianin seperti cyanidin- 3-sophoroside, dan cyanidin-3-glucoside.
Senyawa tersebut berperan penting pada pewarnaan kulit manggis. Kulit kayu,
kulit buah, dan lateks kering Garcinia mangostana (manggis) juga
mengandung sejumlah zat warna kuning yang berasal dari dua metabolit yaitu
alfa-mangostin dan -mangostin yang berhasil diisolasi. Ditemukan metabolit baru
yaitu 1,3,6,7-tetrahidroksi-2,8-di (3-metil- 2butenil) xanton yang diberi nama
amangostanin dari kulit buah Garcinia mangostana (manggis). Kulit buah
manggis juga mengandung flavan-3,4-diols yang tergolong senyawa tannin berupa
pigmen kuning sampai coklat.(Kwartiningsih et al. 2009)
8.
Daun Suji
Pewarna alami yang terkandung dalam daun suji (Pleomele
angustifolia) adalah pigmen klorofil.
Proses ekstraksi memerlukan jenis larutan pengekstrak yang sesuai dengan sifat pigmennya. Penelitian ini mempelajari pengaruh blanching dan jenis larutan pengekstrak yaitu air, alkohol 85% dan aseton 85%. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perlakuan blanching dan jenis pengekstrak tidak memberikan interaksi yang nyata terhadap total klorofil, kecerahan, pH, total klorofil akibat pemanasan suhu 100oC dan total klorofil akibat perlakuan pH 4,5. Hasil total klorofil terbesar didapat pada perlakuan larutan pengekstrak aseton 85% dan
perlakuan tanpa blanching yaitu sebesar 12,03 mg/l dan 10,84 mg/l.(Putri, Zubaidah, and Sholahudin 2012)
Proses ekstraksi memerlukan jenis larutan pengekstrak yang sesuai dengan sifat pigmennya. Penelitian ini mempelajari pengaruh blanching dan jenis larutan pengekstrak yaitu air, alkohol 85% dan aseton 85%. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perlakuan blanching dan jenis pengekstrak tidak memberikan interaksi yang nyata terhadap total klorofil, kecerahan, pH, total klorofil akibat pemanasan suhu 100oC dan total klorofil akibat perlakuan pH 4,5. Hasil total klorofil terbesar didapat pada perlakuan larutan pengekstrak aseton 85% dan
perlakuan tanpa blanching yaitu sebesar 12,03 mg/l dan 10,84 mg/l.(Putri, Zubaidah, and Sholahudin 2012)
BILBLIOGRAFI
Hutapea,
Elvi Rasida Florentina, Laura Olivia Siahaan, and Rondang Tambun. 2014.
“Ekstraksi Pigmen Antosianin Dari Kulit Rambutan (Nephelium Lappaceum) Dengan
Pelarut Metanol.” Jurnal Teknik Kimia USU 3 (2).
http://202.0.107.5/index.php/jtk/article/view/7314.
Kristijarti, Anastasia Prima, and
Ariestya Arlene. 2012. “Isolasi Zat Warna Ungu Pada Ipomoea Batatas Poir Dengan
Pelarut Air.” Research Report-Engineering Science 1.
http://journal.unpar.ac.id/index.php/rekayasa/article/viewFile/153/138.
Kwartiningsih, Endang, Dwi Ardiana
Setyawardhani, Agus Wiyatno, and Adi Triyono. 2009. “Zat Pewarna Alami Tekstil
Dari Kulit Buah Manggis.” Ekuilibrium 8 (1): 41–47.
Nuryanti, Siti, Sabirin Matsjeh, Chairil
Anwar, and Tri Joko Raharjo. 2010. “Indikator Titrasi Asam-Basa Dari Ekstrak
Bunga Sepatu (Hibiscus Rosa Sinensis L).” Agritech 30 (3).
http://journal.ugm.ac.id/agritech/article/view/9671.
Padmaningrum, Regina Tutik. 2011.
“Karakter Ekstrak Zat Warna Daun Rhoeo Discolor Sebagai Indikator Titrasi Asam
Basa.” In Porsiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan Dan Penerapan
MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta. http://staffnew.uny.ac.id/upload/131930137/penelitian/Karakter_Ekstrak_Rhoeodiscolor_Regina_Tutik_P.pdf.
Padmaningrum, Regina Tutik, Siti
Marwati, and Antuni Wiyarsi. 2012. “Karakter Ekstrak Zat Warna Kayu Secang
(Caesalpinia Sappan L) Sebagai Indikator Titrasi Asam Basa.” In Seminar
Nasional Penelitian, Pendidikan Dan Penerapan MIPA. FMIPA UNY Yogyakarta.
http://staffnew.uny.ac.id/upload/131930137/penelitian/B.16.Karakter+Ekstrak+Zat+Warna+Kayu+Secang_Regina+Tutik.UNY_.pdf.
Putri, Widya Dwi Rukmi, Elok Zubaidah,
and N. Sholahudin. 2012. “Ekstraksi Pewarna Alami Daun Suji, Kajian Pengaruh
Blanching Dan Jenis Bahan Pengekstrak.” Jurnal Teknologi Pertanian 4
(1). http://jtp.ub.ac.id/index.php/jtp/article/view/147.
Sari, Puspita. 2011. “Potensi Antosianin
Buah Duwet (Syzygium Cumini) Sebagai Pewarna Pangan Alami Yang Memiliki
Kemampuan Antioksidasi.” http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/55231.
Sarofa, Ulya, Dhini Anggrahini, and Sri
Winarti. 2012. “EKSTRAKSI DAN STABILITAS WARNA UBI JALAR UNGU SEBAGAI PEWARNA
ALAMI.” Teknik Kimia 3 (1).
http://ejournal.upnjatim.ac.id/index.php/tekkim/article/view/102.
Sutanto, Christian Novandi. 2012.
“Pemanfaatan Ekstrak Bunga Kecombrang (Nicolaia Speciosa, Horan) Sebagai
Pewarna Alami Pada Makanan Cenil.” UAJY. http://e-journal.uajy.ac.id/id/eprint/370.
AL MAR’ATUS
SHOLIKHAH /KA 16 / 16030234039
Tidak ada komentar:
Posting Komentar